Merespon Kebijakan KemenKes RI, Para Guru Besar UGM Suarakan Keprihatinan

Sleman – sadap99.Id
Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyampaikan keprihatinan atas arah transformasi dan kebijakan nasional di bidang kesehatan yang dinilai belum sepenuhnya mencerminkan semangat keadilan, profesionalisme, partisipasi, dan kolaborasi lintas sektor.
Hal ini disampaikan Yodi Mahendradata, salah satu Guru Besar UGM, seusai pembacaan pernyataan sikap para Guru Besar UGM pada Kamis (12/6/2025) di Joglo RS Akademik UGM.
Kepada media, Yodi Mahendradhata menegaskan, “Kami, para guru besar kedokteran di Indonesia, adalah bagian dari rakyat Indonesia yang menjadi subjek atas kebijakan dan tata kelola kesehatan negeri kita tercinta. Sebagai akademisi perguruan tinggi, kami terus berpartisipasi dan berkontribusi dalam dinamika tata kelola yang menyangkut kehidupan masyarakat, khususnya dalam pengembangan ilmu serta layanan kedokteran dan kesehatan.”
Pada kesempatan ini, ia juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas perhatian pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia, yang telah merespons keprihatinan yang mereka sampaikan secara terbuka pada 20 Mei 2025.
“Suara keprihatinan kami hanyalah sebagian kecil dari suara berbagai pemangku kepentingan yang memiliki keresahan serupa atas kebijakan Menteri Kesehatan. Tanpa bermaksud mengedepankan status kegurubesarannya, kami yakin bahwa kami mewakili rakyat dengan tanggung jawab intelektual, kejernihan pikiran, dan nurani yang tidak boleh disalahgunakan. Kesombongan bukanlah jiwa kegurubesaran, karena guru besar hanyalah bagian kecil dari populasi pendidik yang turut menentukan peradaban bangsa,” tutur Dekan Fakultas Kedokteran UGM tersebut.
Sebagai pemimpin negara, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan penghargaan kepada guru besar dengan menyatakan bahwa pemerintah menghormati peran mereka. “Guru besar adalah ilmuwan yang seharusnya tidak mengecewakan rakyat, karena mereka adalah bagian dari rakyat itu sendiri,” ujarnya.
*”Kami percaya, seperti dinyatakan Presiden Prabowo Subianto, bahwa guru besar adalah *the wise of the nation* (penyemai kebijaksanaan) dan the conscience of the nation (penjaga suara hati bangsa). Pernyataan ini memperkuat tekad kami untuk terus menyuarakan kebenaran demi kepentingan rakyat.”*
Keprihatinan ini, lanjut Yodi, lahir dari proses kontemplasi dan analisis mendalam, bukan sekadar reaksi emosional. “Ini adalah tanggung jawab etis berdasarkan kajian akademik dan telaah kritis terhadap narasi yang dibangun Kementerian Kesehatan—narasi yang justru kerap menciptakan dikotomi, meretakkan kepercayaan, dan menjauhkan dialog antarpemangku kepentingan.”
Di era digital, kata-kata dan narasi yang dibangun Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan dinilai tidak lagi konstruktif, melainkan dijadikan “senjata manipulatif” yang merusak kolaborasi dengan pemangku kepentingan. “Alih-alih membangun partisipasi, reformasi kesehatan saat ini justru terasa eksklusif, tertutup, dan menyudutkan banyak pihak—termasuk akademisi, organisasi profesi, dan kolegium—sebagai ‘penghambat kemajuan’.”
Yodi juga menyoroti bahwa, pasca penyampaian keprihatinan mereka, komunikasi Menteri Kesehatan di berbagai forum publik—termasuk di Mahkamah Konstitusi—masih bernada konfrontatif, bukan kolaboratif.
“Keprihatinan kami adalah respons atas kebijakan dan tata kelola kesehatan di bawah kepemimpinan Menteri Kesehatan yang menimbulkan keresahan. Kami tidak lagi melihat kepemimpinan yang menyejukkan atau reformasi kesehatan yang partisipatif,” tegasnya.
Yodi menegaskan bahwa mereka tidak menentang perubahan. “Kami mendukung reformasi berbasis data, dialog, dan penghormatan pada profesionalisme serta kedaulatan keilmuan. Namun, kami menolak cara-cara yang melemahkan kepercayaan publik, merendahkan martabat akademisi dan profesi kesehatan, serta mengabaikan aspirasi pendidik dan pelaku lapangan.”
“Dengan ini, kami menyerukan perhatian dan tindakan nyata dari pemerintah atas keprihatinan yang kami sampaikan pada 20 Mei 2025. Kami tidak lagi dapat mempercayai Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi kesehatan yang inklusif, adil, berbasis bukti, dan mengedepankan kebijaksanaan kolektif dalam mencapai tujuan Asta Cita,” pungkasnya.
(Ome)