Bamsoet: Platform Marketplace Jangan Jadikan UMKM Digital ‘Sapi Perah’

Yogyakarta – sadap99.id
Anggota DPR RI sekaligus mantan Ketua OKK HIPMI 2001–2005 dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengingatkan platform marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan sejenisnya agar tidak menjadikan pelaku UMKM sebagai ‘sapi perah’.
Kehadiran platform marketplace awalnya dianggap sebagai angin segar karena memudahkan pelaku usaha. Mereka tidak perlu menyewa toko fisik atau memikirkan lalu lintas pengunjung—cukup dengan akun, foto produk menarik, dan sedikit modal promosi, toko pun bisa beroperasi.
Namun, kenyataannya tidak seindah janji. Seiring pesatnya pertumbuhan marketplace, beban yang ditanggung penjual justru semakin berat. Potongan komisi yang awalnya dianggap wajar kini berubah menjadi mimpi buruk. Dalam banyak kasus, komisi per transaksi bisa mencapai 20–25%. Belum lagi biaya administrasi, ongkos iklan, penalti sistem, atau program flash sale yang kerap merugikan penjual.
Data menunjukkan pendapatan Shopee pada 2024 mencapai US$16,8 miliar, Tokopedia Rp622 miliar, dan Lazada US$3,8 miliar pada kuartal pertama 2024.
Regulasi untuk Perlindungan UMKM
“DPR perlu segera memanggil kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian UMKM, untuk membuat regulasi agar pelaku UMKM tidak dirugikan oleh penyedia platform marketplace. Dengan kebijakan yang tepat, diharapkan tercipta keadilan bagi semua pelaku usaha sehingga ekosistem marketplace tidak hanya menguntungkan penyelenggara, tetapi juga berkelanjutan bagi penjual. Hal ini sejalan dengan program ekonomi kerakyatan yang diusung Presiden Prabowo,” ujar Bamsoet saat menjadi pembicara dalam Sarasehan Keluarga Besar Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (28/6/25).
Acara tersebut dihadiri oleh Ketua Umum BPD HIPMI DIY Ekawati Rahayu Putri, Ketua BPC HIPMI Bantul Alexander Aryo Mahendra, Ketua BPC HIPMI Gunung Kidul Ervan Bambang Dermanto, Ketua BPC HIPMI Sleman Haryo Primanto, Ketua BPC HIPMI Kulon Progo Riemas Ginong, dan Ketua BPC HIPMI Kota Yogyakarta Syaiful Uyun.
Tekanan pada Pelaku UMKM Digital
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini menyebutkan, survei Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) yang dirilis awal 2025 mengungkapkan bahwa 68% pelaku UMKM digital merasa margin usaha mereka terus menurun akibat tingginya potongan dari platform. Sebanyak 43% bahkan mengaku sempat berhenti berjualan atau beralih ke penjualan langsung via media sosial karena tidak mampu bersaing di marketplace.
Data Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) juga menunjukkan sekitar 40% pelaku UMKM kesulitan mencapai profitabilitas akibat tingginya beban biaya. Misalnya, pelaku usaha dengan margin tipis terpaksa menaikkan harga jual, tetapi hal ini berpotensi mengurangi daya saing di pasar yang semakin ketat.
“Data Kementerian UMKM mencatat, pada 2024, dari 65 juta UMKM di Indonesia, lebih dari 22 juta telah menggunakan platform digital. Namun, hanya sebagian kecil yang mampu bertahan dan berkembang secara konsisten. Sisanya menghadapi tekanan biaya tinggi, margin rendah, dan ketergantungan pada ekosistem platform yang tidak mereka kuasai,” tutur Bamsoet.
Kebijakan Komisi yang Tidak Adil
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini menegaskan, kebijakan komisi tinggi dan tidak transparan dari marketplace bertentangan dengan semangat mendorong pertumbuhan UMKM. Penjual sering terjebak dalam kontrol ketat, di mana mereka harus patuh pada kebijakan platform tanpa bisa menegosiasikan potongan komisi.
“Beban biaya tinggi tidak hanya berdampak pada keuntungan, tetapi juga keberlangsungan usaha jangka panjang. Saat profitabilitas menurun, banyak pelaku UMKM terpaksa memotong biaya pengembangan produk, pelayanan pelanggan, atau inovasi. Kondisi ini berpotensi menciptakan stagnasi bisnis, bahkan memaksa beberapa usaha gulung tikar,” kata Bamsoet.
Perlunya Regulasi Ketat
Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menekankan pentingnya regulasi ketat untuk melindungi UMKM digital. Di antaranya, pengaturan batas maksimal potongan komisi, transparansi penetapan harga dan biaya operasional, serta sistem rating yang adil antara penjual dan marketplace.
“Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kementerian UMKM perlu melakukan sosialisasi dan pendampingan agar pelaku UMKM memahami hak-hak mereka di platform digital. Masalah ini jika tidak diatasi dapat menghambat pertumbuhan UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Regulasi adil dan langkah nyata untuk keberlangsungan usaha adalah keharusan,” pungkas Bamsoet.
(Ome)