Launching Fundus Camera Portabel Berbasis Smartphone Ret-InnoQ
YOGYAKARTA, SADAP99.ID
Retina portabel sangat penting, terutama untuk screening atau penapisan dini retinopati diabetika. Retinopati diabetika adalah komplikasi akibat diabetes yang sangat sering terjadi dan paling banyak menyebabkan kebutaan permanen.
Hal ini disampaikan Prof. Dr. M. Bayu Sasongko, SpM, M.Epid, PhD, pada acara peluncuran Fundus Camera Portabel berbasis Smartphone Ret-InnoQ di The Alana Hotel, Selasa (19/11/2024).
Prof. Dr. M. Bayu Sasongko menjelaskan bahwa kebutaan akibat retinopati diabetika tidak dapat disembuhkan atau dikembalikan. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan screening sejak dini sebelum timbul komplikasi tahap ringan, berat, dan lanjut.
“Kebutaan tidak dapat disembuhkan. Jika kebutaan sudah terjadi akibat diabetes, hasil dari retinopati diabetika, maka kita perlu melakukan screening sejak awal untuk mengetahui dan melakukan intervensi yang diperlukan untuk mencegah kebutaan,” ujar Prof. Bayu.
Alat yang digunakan untuk screening ini dinamakan “Retinoqiu.” Cara kerjanya cukup sederhana: alat ini ditempelkan pada smartphone dengan posisi didekatkan ke mata, kemudian retinanya difoto menggunakan kamera smartphone. Saat ini, hampir semua orang memiliki smartphone dengan kamera berkualitas tinggi yang dapat digunakan dengan alat ini.
Tujuan alat ini adalah mendeteksi lebih awal sebelum kebutaan permanen terjadi melalui tahapan screening ini, terutama bagi penderita diabetes.
Dari data yang diperoleh, jika kebutaan akibat diabetes dapat dideteksi lebih dini, biaya yang dikeluarkan untuk penanggulangan akan lebih murah. Alat ini harganya cukup mahal, namun memiliki standar rumah sakit.
Retina portabel ini ditempelkan pada smartphone dan berfungsi untuk mengambil gambar retina. Gambar retina ini sangat penting dalam konteks screening atau penapisan dini retinopati diabetika, yang merupakan komplikasi diabetes yang paling sering menyebabkan kebutaan permanen.
Prof. Bayu menjelaskan bahwa alat ini bekerja dengan cara ditempelkan pada smartphone, kemudian dalam posisi dekat mata, menggunakan mode kamera untuk mengambil foto retina. “Sangat sederhana, karena saat ini semua orang memiliki smartphone, dan perkembangan kamera pada smartphone semakin baik,” tambahnya.
Prof. Bayu juga menekankan bahwa alat ini bukan untuk memperjelas penglihatan, tetapi untuk mendeteksi lebih awal. Sebelum kebutaan terjadi, ada fase-fase yang dilalui, dan alat ini bertujuan untuk mendeteksi jika penglihatan penderita diabetes masih bagus.
“Screening harus dilakukan dengan mengambil foto retina. Jika masih bagus, maka harus diikuti. Misalnya, setahun lagi atau enam bulan lagi harus diikuti sehingga jika ada retinopati yang bertambah buruk, kita bisa mendeteksi dan melakukan penanganan yang diperlukan,” jelasnya.
Alat ini sangat penting karena retinopati diabetika sering kali tidak menimbulkan gejala di tahap awal, di mana penanganan sudah harus dilakukan. “Itulah mengapa screening sangat penting, karena jika pasien sudah mengeluh penglihatannya menurun, kemungkinan besar sudah permanen dan tidak bisa diperbaiki lagi,” pungkasnya.
Prof. Dr. M. Bayu Sasongko juga menyampaikan bahwa banyak sekali penderita diabetes di Indonesia, dan biaya untuk penanggulangan penyakit retinopati diabetika ini sangat mahal. “Idealnya, screening ini dilakukan di tingkat masyarakat, di Puskesmas atau komunitas, namun karena alatnya mahal, tidak mungkin dilakukan secara massal,” tambahnya.
Proses pengembangan alat ini cukup panjang, mulai dari desain prototipe sejak 2018, hingga menemukan satu prototipe yang bisa masuk ke semua jenis handphone dan cocok untuk kamera. “Sebenarnya hampir seperti tongsis, tetapi yang sulit adalah ukuran bola mata yang unik setiap orang,” jelasnya.
Pewarta: Ome